AJARAN MENYIMPANG DALAM KACAMATA SEJARAH DAN DINAMIKA PERADABAN
Oleh Miftahul Huda
![]() |
Ilustrasi dinamika perkembangan Islam pada masa Dinasti Abbasiyah |
Ajaran meyimpang atau tak jarang dituduh sesat, adalah bias dari salah satu akibat Kebutuhan spiritual yang tidak terpuaskan. Mengenai rasa kepuasan ini, level dan takaran manusia berbeda beda, baik secara lahir maupun bathin. Sebenarnya ini adalah fenomena yang biasa dan wajar, ketidakpuasan seseorang dalam memahami agama juga bagian dari perjalanan hidup untuk mencari jati diri. Dalam pengembaraan untuk menemukan jati diri tersebut juga banyak jalan yang tidak mudah untuk dilalui. Terkadang menyimpang dari jalur utama, bahkan juga terkadang tersesat untuk sementara waktu, lalu tersadar dan kembali melanjutkan menuju tujuan utama, pencarian jati diri.
Salah satu fenomena manarik mengenai pencarian jati diri adalah, upaya seseorang dalam memenuhi kebutuhan spritual yang dirasa kurang memuaskan. Ada sesuatu yang mendorongnya untuk memahami lebih jauh mengenai esesni ataupun hakikat dibalik teks, dibalik kulit, dibalik yang tersurat dan seterusnya. Ada kecenderungan bahkan dorongan yang kuat sehingga terkadang melewati batas- batas normal dalam kacamata orang biasa.
Pencarian jati diri yang merupakan kebutuhan spritual manusia tersebut biasanya berkait erat dengan makna hidup, kedamaian batin, hubungan dengan Tuhan atau kekuatan yang lebih tinggi, serta pencarian nilai-nilai yang memberi arah dalam hidup. Kebutuhan spritual ini sering kali muncul saat seseorang menghadapi goncangan dalam kehidupan seperti krisis, kesulitan, kehilangan, atau ketika merasa hampa meskipun secara materi seseorang tersebut sudah tercukupi.
Sebenarnya tanda - tanda ketidakpuasan spritual ini juga pernah dialami oleh semua orang. Salah satu tanda yang sering dialami adalah pertanyaan- pertanyaan yang sering muncul dalam fikiran. Pertanyaan yang sering berkecamuk biasanya seputar kepercayaan dan dogma- dogma agama yang sering diterima. Biasanya juga pertanyaan-pertanyaan ini muncul saat seseorang beranjak dewasa dan mulai berfikir. namun pertanyaan tersebut kebanyakan tidak pernah terungkap, sebab hal yang demikian sering dianggap tabu sebab bertentangan dengan kepercayaan yang dianut oleh umat secara mainstream.
Akan tetapi ada yang mencoba mengungkapkan pertanyaan yang dianggap aneh tersebut. wal hasil ia tidak menemukan jawaban, justru kebanyakan mendapatkan justifikasi bahwa hal- hal demikian tidak patut dipertanyakan. Pada proses selanjutnya nalar kirtis seseorang menjadi rendah, akhirnya menerima apa yang menjadi kesepakatan dan kepercayaan umat secara umum. Akan tetapi justru disnilah salah satu sebab masalahnya, pemikiran dan pertanyaan –pertanyaan tersebut seringkali memicu sebagian orang untuk memberontak sehingga memilih berbeda dengan pandangan umum, sehingga dipihak mayoritas pemahaman ini disebut meyimpang bahkan sesat.
Berdasarkan tulisan di atas, jika dipahami bahwa yang disebut aliran meyimpang atau sesat adalah fenomena biasa dan wajar. Maka penanganannya juga dengan hal hal yang biasa dan wajar, sehingga tidak menimbulkan reaksi berlebihan dari masyarakat umum. Selanjutnya perlu adanya ruang diskusi baik formal maupun non formal, sehingga dapat mempertemukan pemikiran yang berbeda dalam satu ruang untuk saling memahami dan menghargai. Sebab perbedaan pemahaman dan pandangan sudah masuk dalam ranah ideologis, tertancap dalam fikiran. Tidak hanya selesai dengan pengadilan atau paksaan. Jalan diskusi dengan damai secara terus menerus, adalah salah satu solusi untuk menciptakan tatanan yang dinamis dan egaliter. Sudah menjadi hal lumrah kasus seperti ini akan selalau ada, walaupun sumber yang dipakai dari kitab suci dan keyakinan yang sama.
Dalam salah satu contoh kasus mengenai pandangan umat Islam bersumber dan berpedoman pada Alqur`an dan Hadist. Diyakini bahwa ajaran yang tertuang dalam Alqur’an bersifat universal / rahmatanill alamain. Di dalamnya memuat prinsip – prinsip pokok yang diajarkan dan menjadi ajaran yang harus diimani kebenarannya oleh umat Islam. Bagi umat Islam, Alqur’an diyakini sebagai wahyu Ilahi dan bersifat universal untuk seisi alam, dengan demikian bukan hanya untuk sekelompok manusia, tetapi untuk seluruh manusia. Namun bagaimana mengaktualisasikan narasi tersebut dalam kehidupan sehari - hari ?.
Faktanya untuk mengatualisasikan hal tersebut, sebagian umat Islam kerepotan, sebab dalam banyak interpretasi dan tafsir sering muncul kerancuan- kerancuan, sehingga tak jarang sering terjadi perdebatan – perdebatan ideologis mengenai interpretasi, yang selanjutnya hal ini memunculkan banyak pemahaman bahkan kelompok – kelompok baru.
Masalah klasik yang sering menjadi hambatan dalam interpretasi, biasanya umat sering terjebak dalam kerangka doktrin Agama. Tidak dapat dipungkiri bahwa doktrin seringkali menjadi dasar untuk memahami ajaran agama, dan kehidupan spritual, sehingga umat Islam melihat berbagai permasalahan dari kacamata doktrin yang mereka percayai. Disisi lain doktrin dalam agama berfungsi sebagai prinsip dasar yang menjadi kepercayaan dan identitas. Namun, doktrin juga dapat menjadi sumber konflik dan perdebatan, serta menghambat pemahaman yang lebih luas dan dinamis.
Mengenai doktrin ini, sangat penting bagi kita untuk menyisakan sikap kritis, terbuka dan tidak terpaku pada satu doktrin saja. Sesekali keluar dari kotak untuk melihat dan mencari tau, megenai pengetahuan yang lebih beragam. Semakin sering kita mencari, maka akan semakin besar peluang akan ilmu pengetahuan baru yang kita dapat. Dengan demikian, umat dapat memahami secara lebih luas dan dinamis, serta memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang diri sendiri dan dunia luar.
Disisi yang lain, Al-Qur’an mestinya tidak boleh ditonjolkan sebagai kitab yang hanya disakralkan tanpa digali lebih dalam mengenai esensi yang tertuang dibalik teks. Karena hal tersebut dapat menciptakan jarak dengan sebagian umat. Dimana sebagian umat dengan tuntutan zaman saat ini telah mengalami banyak perubahan. Sehingga realitas sosial yang mesti kita pahami saat ini cenderung praktis, materalis dan rasional. Jika hal tersebut masih terjadi maka, benturan - benturan ideologi atau pemikiran dalam fase ini akan terus berulang.
Benturan ideologi dan pemikiran ini akibat dari perbedaan tafsir dan pemahaman. Tak jarang menimbulkan perbedaan yang tajam, sebagian menyebut dengan pemahaman menyimpang bahkan sesat. Selain dari perbedaan tafsir, faktor lain yang mempengaruhi adalah adanya interkasi sosial, budaya, politik serta kecenderungan pribadi, salah satunya ketidak puasan akan kebutuhan spritual seperti yang saya sebutkan diawal tulisan.
Perbedaan tafsir dan interpretasi dalam sejarah perkembangan Islam telah terjadi sejak masa Rasulullah, puncaknya ketika Rasulullah meninggal. Munculnya perbedaan faham atau aliran umat Islam, bermuara pada Al - Quran dan Hadist ketika ditafsirkan berdasarkan kenyataan-kenyataan yang sedang berkembang. Dengan demikian, setiap penafsiran akan melahirkan pemikiran; dan, setiap pemikiran, baik langsung maupun tidak langsung, akan dipengaruhi oleh kondisi sosial dan budaya dimana Islam wujud dan berkembang pada masanya. Sehingga sampai sekarang kita juga dapat menemukan bentuk dan jejaknya hingga hari ini.
Perjalanan sejarah aliran pemikiran Islam dimasa awal dipengaruhi kuat oleh pergumulan politik dan sosial, terutama setelah wafatnya Rasulullah. Sebut saja beberapa aliran besar dalam islam seperti Sunni, Khawarij, Mu`tazilah dan Syi’ah. Secara nyata hingga hari ini dinamika dari aliran pemikiran tersebut masih berlangsung sengit hingga sekarang.
Perbedaan pemahaman dan pemikiran ini semakin tajam ketika masuk dalam arus kepentingan antar golongan. Belum lagi aliran yang disebut sebagian orang sebagai sempalan juga sudah hampir sulit untuk diidentifikasi. Namun sebagai realitas yang kita jalani sekarang, ajaran Islam harus terus eksis dan memberikan nilai - nilai esensialnya sebgai rahmatan lil alamin dalam kehidupan nyata. Tetapi, nilai universalitas Islam hanya akan terwujud apabila Al - Quran ditafsirkan dan diperjelas, tidak saja dengan menggunakan hadis, ataupun hanya tekstual saja, melainkan dengan berbagai aspek yang lebih kompleks, seperti aspek sosial, budaya dan sejarah.
Biasanya sebuah aliran, atau pemikiran menjadi arus utama, ketika penafsiran tetap berada dalam batas doktrin Islam yang sesuai dengan Al - Quran dan Hadist. Namun sebaliknya, jika sebuah penafsiran melewati batas-batas tersebut, maka ia menjadi penafsiran yang tidak diikuti banyak umat. Sebagai akibatnya, para penafsir yang berbeda ini, akan menjadi kelompok minoritas, dan rentan menjadi sasaran penghakiman ataupun pengucilan. Di beberapa peristiwa juga tak jarang terjadi penindasan bahkan berujung pada bentorokan fisik dan korban jiwa.
Jika melihat ke belakang, pada akhir abad ke-4 Hijriah atau 10 Masehi, muncul gerakan dari kalangan para ulama yang menyerukan agar ijtihad, yaitu usaha untuk merumuskan hukum baru berdasarkan sumber-sumber agama dihentikan. Seruan ini dilakukan untuk mengatasi keadaaan umat Islam yang semakin terpuruk, sebab konflik berkepanjangan antar umat Islam. memang pergumulan umat Islam dengan politik dan kekuasaan serta dinamikanya pernah mengalami masa masa stagnasi. Yakni pada masa setelah wafatnya Rasullalah dimana beberapa konflik dan perang antar kelompok sering terjadi. Dari masa Sahabat, hingga Dinasti umayyah dan Abbasiyyah. Pada masa masa ini perang pemikiran dan ideologi juga ikut mewarnai, sehingga terjadi banyak paham yang membuat umat Islam semakin terpuruk.
Sebagai akibatnya madzhab fiqih yang boleh berkembang dalam Islam yang mayoritas dianut oleh kelompok Sunni dibatasi hanya empat madzhab. Sedangkan ilmu kalam atau teologi yang direkomendasikan untuk dijadikan rujukan hanyalah paham yang dibawa oleh Al-Ghazali. Maka hingga saat ini dari kelompok Sunni, belum ada madzhab fiqih yang baru selain dari madzhab yang empat diatas. Begitupun paham filsafat dalam kelompok Sunni, yang sering menjadi rujukan adalah Al Ghazali. Sebab dinilai Pemikiran Al Ghazali lebih hati – hati yang bersumber pada Al-Qur'an dan Sunnah, dan membatasi akal manusia dalam menafsirkan hakikat Tuhan dan spritualitas.
Langkah yang diambil oleh para ulama dalam pembatasan ijtihad pada saat itu sangatlah bijak, tentunya sesuai dnegan konteks waktu dan kondisi saat itu. Dan hal ini berdampak pada membaiknya hubungan antar kelompok. Namun dalam jangka panjang, dimana zaman terus berkembang dan mengalami banyak perubahan, perlu kiranya pintu ijtihad yang telah tertutup dapat kembali dikoreksi. Sebab kenyataan hari ini mesti mampu untuk dijawab, bukan hanya dengan ayat-ayat dengan pemahaman tekstual, ataupun hasil ijtihad masa lalu yang sudah tidak lagi relevan dengan kondisi hari ini. Jika hal ini terus dibiarkan terjadi, maka umat Islam dapat mengalami keterpurukan yang berkepanjangan.
Sebagai salah satu contoh, sebagian besar umat Islam saat ini terutama dari kelompok Suni, mempelajari ilmu kalam selalu berkiblat pada Al – Ghazali. Seperti yang saya terangkan diatas bahwa pemikiran Al ghazali dinilai lebih hati hati dan membatasi akal dalam menafsirkan hakikat ketuhanan. Dalam karyanya yang terkenal yakni tahafut Al – Falasifah yang berisi kritik terhadap berbagai ide dan konsep filosofis yang ia anggap bertentangan dengan ajaran Islam dan dapat menyesatkan umat. Pemikiran Al-Ghazali memicu reaksi dari para filsuf, seperti Ibnu Rusyd, yang merespon dengan kitabnya yakni tahafut Al - Tahafut. Dalam kitabnya tersebut ia menjawab mengenai beberapa kesalah pahaman Al - Ghazali dalam memahami para filsuf Islam lainnya. Namun karena pengaruh Al- ghazali lebih besar pada masa itu, sehingga kitab "Tahafut al-Falasifah" memberikan pengaruh yang lebih luas terhadap pemikiran mayoritas umat Islam berikutnya hingga hari ini.
Mari sekali lagi kita melihat kebelakang, peradaban Islam pernah pada puncak kejayaannya pada abad ke 8 hingga ke 10. Dimana pada saat itu berkembang para ilmuan Islam yang melahirkan pemikiran cemerlang dan menjadi pondasi dasar dalam peradaban dimasa yang akan datang. Keberhasilan saat itu lahir dari berbagai dinamika dan perbedaan pemikiran, namun uniknya perbedaan saat itu justru menjadi sebuah kekuatan yang positif. Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa para ilmuwan Islam pada masa Dinasti Abbasiyah, terutama pada puncak kejayaannya, terpengaruh oleh pemikiran Mu'tazilah. Aliran ini menjadi mazhab resmi negara di bawah kekuasaan khalifah Al-Ma'mun dan Al-Mu'tashim.
Pemikiran Mu'tazilah menekankan rasionalitas dan penalaran serta kritis. Al-Ma'mun, salah seorang khalifah dinasti abasyiah yang beraliran mutazilah, beliau dikenal dengan kegemarannya terhadap ilmu pengetahuan pada saat itu mendukung upaya penerjemahan manuskrip-manuskrip Yunani kuno dan pengembangan ilmu pengetahuan serta dunia ilmiah. Ruang diskusi ilmu pengetahuan yang dinamai Baitul Hikmah berkembang pesat. Baitul Hikmah berfungsi sebagai perpustakaan, pusat penelitian, dan tempat diskusi bagi para ilmuwan dan penimba ilmu. Sehingga wajar jika pada masa itu lahir para ilmuan muslim terkenal seperti ; al – khawarizmi, ibnu rusyd, al kindi, al farabi dan lain lain.
Namun setelah dinasti Abasyiah mulai lemah, pelan-pelan peradaban islam mulai meredup, sebab orientasi berikutnya bukan lagi pada ilmu pengetahuan, namun lebih pada kekuasaan. Sehingga di masa berikutnya para pemikir islam tidak lagi mendapatkan banyak ruang. Selanjutnya panggung kekuasaan dalam dunia Islam berikutnya didominasi oleh para ahli Fiqih dan strategi. Sejak saat itulah bangsa Eropa yang telah belajar pada peradaban Islam sebelumnya pelan pelan mulai bangkit, dari masa kegelapan mereka terlahir kembali. Pada saat itu kita masih belum menyadari keterancaman tersebut sebab secara fisik melalui dinasti yang berkuasa yakni; Turki Usmani, kita masih terlihat kuat dan gagah. Namun secara kedalam kita telah rapuh, sebab ilmu pengetahuan tidak begitu berkembang seperti masa dinasti Abbasiyah. Sementara disisi lain, bangsa eropa telah menyusun rapi kekuatan, Ilmu pengetahuan yang telah ia serap dari peradaban Islam sebelumnya telah diupgrade, kemudian pada gilirannya mereka menyalib laju peradaban Islam yang pernah jaya.
Dari kenyataan diatas, semoga kita bisa menyadari apa yang menjadi kelemahan dan masalah kita hari ini. Sejarah bukan hanya untuk kita banggakan, atau tenggelam dalam kenangan manis serta romantisme, namun juga harus menjadi bahan renungan serta refleksi akan kesalahan dan kegagalan yang pernah kita lalui. Dengan kata lain masa lalu adalah bekal melangkah untuk masa depan. Dalam konteks pembahasan ini, semoga rangkian sejarah dapat membuat kita bisa bangkit dari keterpurukan dan keterkungkungan yang sulit membuat kita maju. Dimana kita saat ini sering terjebak dalam masalah - masalah kulit, yang bermuara pada wilayah dogmatis. Padahal ini tidak akan pernah selesai. Sementara dunia lain sedang berpacu dengan inovasi dan kemajuan- kemjuan yang berdampak langsung pada kehidupan nyata.
Demikian ulasan kali ini semoga bermanfaat, mohon maaf apabila ada kekurangan, mohon kritik dan sarannya terima kasih.
Wallahulmuaffiq ila aqamithariq
Wassalamualaikum wr wb.
MIFTAHUL HUDA 04/052025
إرسال تعليق